PIKIRAN RAKYAT –
Mendekati perayaan ke-70 Konferensi Asia-Afrika (KAA), sang pembuat Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, menekankan urgensi untuk membangkitkan kembali prinsip-prinsip Dasasila Bandung sebagai landasan dalam menyusun taktik diplomasi internasional Indonesia.
Itu disampaikannya ketika membuka Forum Diskusi Sejarah dan Politik Global yang diadakan oleh FPCI di Bandung, Selasa, 15 April 2025. Ini merupakan bagian dari janji untuk memperingati Konferensi Asia-Afrika pertama yang dilaksanakan tanggal 18 April 1955.
“Semangat Bandung malah semakin aktual pada masa kini. Dunia sedang menghadapi krisis kepercayaan terhadap sistem global berdasarkan hukum. Banyak aspek dari Pancasila Bandung yang justru telah dilanggar,” demikian disampaikan Dino dalam sambutannya.
Menurut Dino, prinsip-prinsip seperti penghargaan terhadap kedaulatan negara, tidak campur tangan di urusan internal satu sama lain, dan penyelesaian konflik dengan cara damai merupakan fondasi utama yang tetap aktual guna menanggapi ketegangan geopolitis dunia saat ini.
Dia menggarisbawahi bahwa Dasa Sila Bandung memiliki dampak signifikan pada banyak dokumen internasional termasuk Piagam ASEAN dan Piagam Afrika.
“Dasar-dasar Bandung tersebut telah memberikan inspirasi bagi banyak piagam dalam berbagai wilayah. Jika kita memeriksa Piagam ASEAN dan Pengakuan ASEAN, dasarnya berasal dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Begitu pula dengan Piagam Afrika, yang juga memiliki akar di Bandung,” jelas Dino.
Promosikan Kebijakan Luar Negeri dengan Visi yang Tegas
Dino menambahkan bahwa Indonesia sekarang berada dalam posisi penting di kancah dunia, khususnya karena menjadi bagian dari G20, ASEAN, dan BRICS. Ia mengatakan bahwa keberpartisipan negara kita pada tiga forum tersebut bisa dioptimalkan agar dapat bertindak dengan proaktif, tetapi hal ini harus didukung oleh sebuah strategi diplomasi internasional yang kuat dan terarah.
“Strategi ini seharusnya telah disusun sejak awal masa jabatan presiden yang baru, setidaknya hingga akhir semester pertama tahun ini, sebelum beliau hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN pada bulan Mei,” jelas Dino, menyebut pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Dino juga menyoroti Presiden Soekarno sebagai teladan pemimpin dengan pandangan internasional yang tegas. Dia merujuk pada kesuksesan Soekarno dalam mencetuskan Konferensi Asia-Afrika (KAA) sebagai langkah nyata untuk mendorong dekolonisasi global.
“Kebijakan luar negeri presiden Soekarno dahulunya sangat tegas: dekolonisasi. Konsep nonblok dan konferensi Asia-Afrika semua dirancang untuk mendukung kedaulatan bangsa-bangsa di dunia ketiga,” katanya.
Konperensi Asia-Afrika (KAA) kali pertama diselenggarakan pada tanggal 18-24 April 1955 di gedung bersejarah Merdeka yang terletak di kota Bandung. Acara internasional tersebut dimulai atas inisiatif lima negara yaitu Indonesia, India, Pakistan, Sri Lanka, serta Myanmar; dan telah menyaksikan partisipasi sebanyak 29 buah negeri berasal dari dua benua yakni Asia dan juga Afrika.
Konferensi itu menghasilkan Dasa Sila Bandung, suatu deklarasi yang mencakup sepuluh pilar utama dalam urusan global, termasuk penghargaan atas kemerdekaan negara lain, tidak adanya campur tangan, serta pemecahan perselisihan dengan cara damai.
KAA turut menjadi asal-usul dari Gerakan Non-Blok, yaitu kelompok negara-negara yang enggan mendukung Blok Barat atau Timur saat Perang Dingin berlangsung. Dampaknya sungguh luar biasa karena sesudah pertemuan itu, lebih dari tiga puluh empat negeri di Benua Afrika serta dua republik lainnya di Asia sukses mencapai kedaulatan mereka sendiri.
Dalam rangkaian perayaan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tanggal 18 April 2025, beberapa figur kenamaan tanah air seperti Dino Patti Djalal mengajak lagi agar Indonesia menggunakan Semangat Bandung serta Dasasila Bandung sebagai dasar dalam menyusun strategi diplomasi internasional yang aktif dan berkedudukan mulia. ***