30 Apr 2025, Wed

Wahyu Setiawan Ungkap Dibalik Penguping Percakapan Donny dan Saeful Bahri, Bongkar Asal-Uas Uang Suap Harun Masiku

Wahyu Setiawan Ungkap Dibalik Penguping Percakapan Donny dan Saeful Bahri, Bongkar Asal-Uas Uang Suap Harun Masiku


politics.apabisa.com, JAKARTA

– Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menyatakan telah mengetahui tentang dugaan sumber uang suap untuk pergantian antar waktu (PAW) calon anggota DPR RI Harun Masiku yang diklaim berasal dari Hasto Kristiyanto.

Wahyu menyebut bahwa dia memperoleh informasi tersebut sesudah mendengarkan percakapan yang melibatkan kader PDIP serta bekas tersangka dalam kasus Harun Masiku, yakni Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri.

Perkara tersebut disampaikan oleh Wahyu ketika ia berperan sebagai saksi dalam persidangan perkara korupsi dan penghalangan penyelidikan pergantian antar waktu (PAW) untuk calon anggota DPR RI, Harun Masiku bersama terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsion Jakarta pada hari Kamis tanggal 17 April tahun 2025.

Awalan pengakuan Wahyu terjadi ketika dia diinterogasi oleh J PU K PK dalam hal ini tentang pemahamannya berkaitan dengan asal-usul dana suap yang berhubungan dengan kasus Harun Masiku.

“Apakah saudara sebagai saksi juga pernah mendengar ada yang mengklaim bahwa uang tersebut berasal dari Pak Hasto?” tanya Jaksa.

“Pernah,” kata Wahyu.

“Pada siapakah kau menyampaikannya kepada saudaramu?” tanya jaksa.

“Donny atau Saeful,” ujar Wahyu.

Setelah itu, Wahyu mengisahkan bagaimana dia pertama kali mengetahui berita tersebut.

Wahyu mengatakan bahwa dia memperoleh informasi tersebut ketika menemukan percakapan antara Donny dan Saeful di kantor KPK setelah mereka ditahan terkait kasus Harun Masiku.

Saat menjalani pemeriksaan, Wahyu menyinggung bahwa dia sempat istirahat sebentar untuk merokok, sedangkan Donny dan Saeful menghabiskan waktu dengan obrolan mereka.

“Waktu itu saat saya ditahan di KPK, saya sedang merokok dan mereka berbicara,” kata Wahyu.

“Pada intinyanya, dia menjelaskan bahwa pada fase awal tersebut, ini adalah pembicaraan antara Donny dan Saeful yang berhubungan dengan Pak Hasto mengenai asal-usul dana tersebut. Saya hanya diam di posisi tersebut dan sebenarnya saya juga tidak mengetahui hal itu, namun saya sempat mendengarkan percakapan tersebut,” ungkap Wahyu.

“Apakah yang merupakan langkah awal?” tanya Jaksa.

“Begitu menurut penjelasan Pak Hasto,” balas Wahyu.

Wahyu juga menyatakan kembali bahwa dia memperoleh informasi itu berdasarkan percakapan antara Donny dan Saeful, dan bukan berasal daripadanya sendiri.

“Bukan saya yang menyampaikan, jadi saya mendengar mereka ngobrol itu kemudian akhir-akhir ini saya membaca media bahwa Pak Saeful pernah menyampaikan itu,” ucap Wahyu.

Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Hal tersebut disampaikan oleh jaksa penuntut umum dari KPK ketika membaca surat tuduhan Hasto di pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta pada hari Jumat, 14 Maret 2025.

“Melakukan atau ikut terlibat dalam sejumlah tindakan yang secara erat berkaitan hingga dianggap sebagai satu perilaku berkelanjutan untuk memberikan atau menawarkan sesuatu,” jelas Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

Pada kasus itu, Hasto dituduh berkolaborasi dengan para pengikutnya yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku untuk menyerahkan dana senilai 57.350 ribu Dolar Singapura (SGD) kepada eks anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

Dana itu diserahkan kepada Wahyu sehingga KPU dapat berusaha untuk menerima perubahan calon anggota legislatif yang dipilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1, yaitu dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.

“Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan sebagai anggota KPU RI yang merupakan bagian dari penyelenggara negara sesuai ketentuan Pasal 5 butir 4 dan butir 6 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” jelas jaksa.

Jaksa menyebutkan bahwa kejadian tersebut dimulai pada tanggal 22 Juni 2019 dengan diadakannya sidang pleno DPP PDIP guna mendiskusikan hasil pemungutan suara dari Nazaruddin Kiemas sebagai calon anggota legislatif daerah pemilihan Sumatra Selatan 1 yang sudah meninggal.

Pada pemilihan umum tahun 2019, Nazarudin mendapatkan total 34.276 suara, diikuti oleh Riezky Aprillia dengan 44.402 suara, kemudian Darmadi Djufri meraih 26.103 suara, setelah itu Doddy Julianto Siahaan menerima 19.776 suara dan terakhir Diana Oktasari yang mendapat 13.310 suara.

Selanjutnya pada posisi kelima terdapat Harun Masiku yang mendapatkan 5.878 suara, disusul oleh Suharti dengan 5.669 suara, serta Irwan Tongari memperoleh 4.240 suara.

Setelah mengevaluasi hasil dari sidang pleno itu, Hasto yang bertindak sebagai Sekretaris Jenderal memberikan instruksi kepada Tim Hukum PDIP, yakni Donny Tri Istiqomah, agar menjadi pengacara resmi bagi partai dan mendaftarkan gugatan terhadap isi Pasal 54 ayat (5) huruf k dalam aturan KPU nomor 3 tahun 2019 di Pengadilan Tinggi tertinggi negara yaitu Mahkamah Agung (MA).

Setelahnya, Hasto mengundang Donny serta Saeful Bahri ke kediaman aspirasi yang berada di Jakarta Pusat guna menganjurkan mereka supaya mendukung Harun Masiku dalam usaha meraih posisi sebagai anggota DPR RI.

“Dan melaporkan setiap kemajuan, termasuk tentang janji pembayaran dana serta semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan Harun Masiku ke pihak Terdakwa,” jelas jaksa.

Setelah itu sekitar satu bulan kemudian pada Juli 2019, DPP PDIP menyelenggarakan sidang pleno lagi dan memutuskan untuk menjadikan Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif yang akan mengambil alih tempat Nazaruddin Kiemas.

Terkait dengan keputusan tersebut, Hasto kemudian menyampaikan kepada Donny Tri agar mengirimkan surat permohonan resmi kepada KPU.

Selanjutnya, DPP PDIP mengirim surat ke KPU dengan inti permohonan untuk mentransfer hasil voting milik Nazaruddin Kiemas kepada Harun Masiku.

“Mengikuti isi surat dari DPP PDIP itu sendiri, yang intinya KPU RI tidak bisa menerima permintaan DPP PDIP karena tak sesuai dengan aturan yang berlaku,” jelasnya.

Setelah gagal memenuhi harapan DPP PDIP, KPU kemudian mengumumkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI yang berhasil terpilih melalui sidang pleno publik tanggal 31 Agustus 2019.

Namun, proses pendaftaran Hasto sebagai anggota DPR terus berlangsung.

Di mana Hasto mengharuskan mendapatkan fatwa dari MA dan kemudian memberikan suap kepada Wahyu Setiawan senilai 57.350 SGD atau kira-kira Rp 600 juta.

Berdasarkan tindakan yang dilakukan, Hasto dituduh berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dari UU RI No. 31 tahun 1999 mengenai Pencegahan dan Penegakan Disiplin Terhadap TindakPidana Korupsisebagai mana telah dimodifikasi oleh UU RI No. 20 tahun 2001 tentang Modifikasi terhadap UU RI No. 31 tahun 1999 Tentang Pencegahan dan Pelaksanaan Disiplin Dalam Menangani Tindakpidana Korupsi Sejalan DenganPasal 55Ayat(1)ke-1KUHPSertaDengandenganPasal64Ayat(1).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *