19 Jun 2025, Thu

Eks Penasihat Jokowi Dimintai Keterangan KPK Soal Dugaan Korupsi di LPEI


PIKIRAN RAKYAT

– Peneliti dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginterogasi bekas anggota tim ahli ekonomi masa jabatan Presiden ketujuh, Joko Widodo (Jokowi), yaitu Arif Budimanta, tentang tuduhan penyelewengan yang berhubungan dengan transaksi pinjaman yang dilakukan oleh Badan Pendanaan Eksport Indonesia (BPEI). Hal ini terjadi pada hari Senin tanggal 14 April tahun 2025.

Pemeriksaan itu berjalan sekitar 10 jam. Tessa Mahardhika, juru bicara KPK, mengkonfirmasi bahwa Arif Budimanta dicekam sebagai saksi guna membantu penyelidikan kasus yang sedang ditanganinya organisasinya.

“Seluruh informasi yang diperlukan akan diambil melalui pertanyaan dari pihak penyidik. Jelas saja bahwa 10 jam tersebut merupakan durasi yang tidak sebentar, artinya ada banyak hal yang harus diverifikasi dengan orang terkait,” ungkap Tessa saat memberikan keterangan pada awak media, seperti dilaporkan pada hari Rabu, tanggal 16 April tahun 2025.

Menurut Tessa, proses pemeriksaan telah dijalankan sesuai aturan hukum dan tetap mempertimbangkan hak saksi untuk istirahat. Ketika diminta menjelaskan hubungan antara pemeriksaan ini dengan kasus LPEI, Tessa mengakui bahwa pemeriksaan terhadap Arif Budimanta dilaksanakan sebagai bagian dari tindaklanjuti perkara yang menyangkut institusi pembiayaan negera itu.

“Clue-nya tentunya pasti dimintakan keterangan untuk perkara yang saat ini sedang ditangani, Itu sudah pasti,” ucap Tessa.

Tessa belum memberikan detail tentang adanya bukti baru yang sedang diteliti berdasarkan keteranga Arif Budimanta. Meski demikian, dia menegaskan bahwa pihak penyidik memiliki kemungkinan untuk memintakan informasi lebih lanjut guna memperkokoh bukti-bukti yang sudah ada.

“Apakah ada tambahan lagi keterangan yang dibutuhkan oleh penyidik dalam rangka alat bukti tambahan bisa jadi tetapi tidak bisa dikonfirmasi saat ini,” ujar Tessa.

KPK Tetapkan 5 Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengidentifikasi lima orang sebagai tersangka dalam skandal yang diduga melibatkan penyaluran fasilitas kredit ilegal oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Di antara mereka, dua bersalah dari sisi LPEI dan ketiganya sisanya berperan sebagai debitur. Namun, hingga saat ini institusi anti-korupsinya masih belum memeriksa semua tersangka tersebut.

Menurut data yang terkumpul, nama lima orang yang diduga kuat sebagai tersangka yaitu Dwi Wahyudi (Direktur Operasional Pertama LPEI), Arif Setiawan (Direktur Operasional Keempat LPEI), Jimmy Masrin (Pemegang Saham Mayoritari sekaligus Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal serta Komisaris Utama PT Petro Energy), Newin Nugroho (Pemegang Jabatan Utama sebagai Direktur Utama PT Petro Energy) dan Susy Mira Dewi Sugiarti (berperan dalam jabatan Direksi di PT Petro Energy).

Sekarang ini, KPK belum menetapkan tahanan bagi para tersangka yang ada. Saat ini KPK sedang fokus pada pengumpulan dan penguatan bukti-bukti sebagai bagian dari tahapan penyelidikannya,” ungkap Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo ketika memberikan keterangan pers di gedung berwarna merah putih milik KPK, Jakarta Selatan, hari Senin tanggal 3 Maret 2025.

Budi menyebutkan bahwa LPEI telah menawarkan pinjaman kepada 11 nasabah potensial yang dapat memicu kerugian bagi negara sebesar Rp11,7 triliun. Penyelidik anti-korupsi mendeteksi adanya benturan kepentingan di antara Direktur LPEI dan salah satu debiturnya, yakni PT PE, terkait kelancaran dalam penyaluran kredit tersebut.

“Siduga telah muncul konflik kepentingan antara Direktur LPEI dan Debitur (PT PE), karena mereka sudah membuat kesepakatan awal yang bertujuan untuk mempercepat proses pengajuan kredit,” jelas Budi.

Budi menyatakan bahwa direktur LPEI tidak menjalankan proses verifikasi keaslian pemanfaatan pinjaman berdasarkan MAP. Di samping itu, direksi LPEI pun telah memberi instruksi kepada stafnya agar terus menyalurkan kredit meskipun kondisinya kurang pantas untuk disetujui.

“PT PE dituduh telah menggelendengkan dokumen pesanan pembelian dan faktur yang mendasari penarikan fasilitas tersebut tidak konsisten dengan keadaan aktual. PT PE juga melakukan penyamaran laporan keuangannya,” kata Budi.

Fasilitas Kredit Tidak Dipakai Sebagaimana Dimaksudkan

Selanjutnya, Budi menyatakan bahwa PT PE menggunakan dana pinjaman tak sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah diatur dalam kesepakatan antara mereka dan LPEI. Karena tindakan curang tersebut, kerugian negara akibat penyaluran kredit kepada PT PE mencapai 60 juta Dolar AS atau setara dengan Rp900 miliar.

“Pemberian fasilitas kredit yang dilakukan LPEI untuk PT PE secara spesifik dituduhkan telah menyebabkan kerugian bagi negara senilai USD 60 juta,” kata Budi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *