politics.apabisa.com | apabisa.com
– Perhatian tertuju pada figur seorang politisi berpengalaman setelah ia secara terbuka membandingkan cara kekepimpiannya Dedi Mulyadi dengan mantan Gubernur Jawa Barat.
Dia merupakan seorang tokoh dari Jawa Barat dan pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Jawa Barat, bernama Eka Santosa.
Eka menyampaikan pendapatnya tentang cara memimpin Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM).
Eka Santosa mengomentari bahwa gaya kepemimpinan KDM jauh berbeda dibandingkan dengan para gubernur di Jawa Barat yang berasal dari masa awal kemerdekaan, orde baru sampai periode reformasi.
Pendapat tersebut disampaikannya setelah mengetahui semua tokoh dari para pemimpin senior Jawa Barat yang pernah ada.
Saya secara tidak sengaja mengenal dengan dekat mantan gubernur Jabar dari awal kemerdekaan hingga saat ini.
“Dengan KDM juga, saya telah mengenalnya sejak lama ketika dia menjadi Wakil Bupati Purwakarta,” ungkap Eka Santosa yang kini aktif memimpin LSM Gerakan Hijau pada hari Selasa (6/4/2025) dalam pernyataan tertulis tersebut, menurut sumber ini.
Tribun Jabar
.
Maka, siapakah sesungguhnya Eka Santosa?
Menurut data di Wikipedia, Drs. H. Eka Santosa dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1959.
Dia merupakan seorang tokoh politik di Indonesia. Dia berperan sebagai anggota Komisi II DPR-RI yang berafiliasi dengan Fraksi PDI-Perjuangan pada masa (2004-2009) hingga kini.
Sebelumnya dia bertugas sebagai Ketua DPRD Jawa Barat dari tahun 1999 hingga 2004, posisi ini diambil alih setelah Idin Rafiudin wafat ketika masih menjabat.
Santosa menuntaskan pendidikan dasarnya di Sukaraja, Tasikmalaya. Sedangkan untuk jenjang sekolah menengah, ia melaluinya di Banjar.
Dia graduate dari departemen Administrasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik universitas Padjadjaran yang berlokasi di Bandung.
Dia telah lama terlibat dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan menjadi aktivis penting di GMNI Cabang Bandung. Selain itu, ia bertugas sebagai Sekretaris Forum Alumni GMNI Jawa Barat sekaligus menduduki posisi Wakil Ketua Balitbang PDI-Perjuangan Jawa Barat. Di samping itu, dia saat ini juga memegang jabatan Ketua Umum KONI Jawa Barat.
Riwayat Pendidikan:
SDN Sukaraja II Kab. Tasikmalaya, lulus pada tahun 1972
SMP Negeri 1 Banjar Kabupaten Ciamis, lulus tahun 1975
SMAN 1 Banjar Kabupaten Ciamis, lulusan tahun 1978
Sarjana Administrasi Publik dari FISIP UNPAD, graduated in 1986
Mahasiswa Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran jurusan Ilmu Politik tahun 2005
Riwayat Pekerjaan:
1985 – 1989 Ketua Divisi PT Cita Gelora (Perlengkapan Telekomunikasi)
1990 – 2002 Menjabat sebagai Direktur Utama di PT. Cempaka Manunggal Karya (Perusahaan Pengembangan Perumahan Bumi Cempaka Asri Rangkasbitung Kab. Lebak, Banten).
1994 – 1996 Manajer untuk Pembangunan Bisnis Koperasi Pegawai Telkom di Kantor Pusat.
2002 – hingga kini, Komisaris di PT Cempaka Manungal Karya.
1999 – 2000, Presiden Komisi A DPRD Propinsi Jawa Barat
2000 – 2004 Ketua DPRD Propinsi Jawa Barat.
2004 – 2009 DPRI – Komisi II
Bandingkan Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi
Eka menyebut bahwa sebagai seorang politikus, dia belajar dari mantan Gubernur Jawa Barat Mohamad Sanusi Hardjadinata yang menjabat pada masa 1951-1957.
Sebagai warga Jawa Barat, Mohamad Sanusi telah mengumpulkan beragam pengalaman luar biasa sejak menjabat sebagai Rektor Unpad, kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat, dan akhirnya merangkak ke tingkat nasional dengan menduduki posisi Menteri.
“Haji Sanusi ini tidak hanya cerdas dan berwibawa, tetapi juga mempunyai kecerdasan intelektual yang luar biasa. Dia rendah hati namun bisa bersikap tegas saat dibutuhkan. Saya benar-benar mengenal beliau dan menjadi murid dari Haji Sanusi. Di Unpad, jejaknya terus dikenang dengan penamaan Aula di Dipati Ukur atas namanya,” jelasnya.
Berikutnya, Eka menjadi terbiasa dengan cara memimpin dari Letjen Purn Haji Mashudi.
Dia yang pernah menjadi Ketua Kwarnas Pramuka itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat dari tahun 1960 hingga 1970.
“Meski lahir dari lingkungan militer yang keras, Haji Mashudi terkenal karena sifatnya yang humanis. Ia juga dikenali sebagai seorang tokoh Pramuda. Pemimpin di Jawa Barat dengan kuat menganut idealisasi,” katanya.
Eka kemudian membicarakan tokoh pemimpin senior Jawa Barat, mantan Letnan Jenderal Purnawirawan Solihin GP.
Seorang mantan pejabat senior TNI Angkatan Darat dan tokoh politik di Indonesia pernah menempati posisi Gubernur Jawa Barat antara tahun 1970 hingga 1975.
Gubernur Jawa Barat yang berintegritas tinggi serta memiliki visi cemerlang adalah Bapak Solihin GP. Beliau memperlihatkan teladan istimewa dengan gaya hidupnya yang sangat sederhana. Saya tidak hanya mengenali beliau dengan baik tetapi juga menjadikan Pak Solihin GP sebagai guru bagi saya.
“Bapak Solihin GP sungguh prihatin terhadap pemulihan vegetasi. Dia mengimplementasikan program ‘Rak Gan Tang’ dalam gerakan bernama ‘Gandrung Tatangkalan’ di Provinsi Jawa Barat. Berbagai bukit dan rimba telah ditanami pohon untuk memperbarui keadaannya menjadi lebih asri,” jelas Eka tambahan tersebut.
Gaya kepemimpinan berikutnya yang dikenal oleh Eka adalah Mayor Jenderal Purn Aang Kunaefi.
Dia yang pernah menjadi Pangdam Siliwangi itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat dari tahun 1975 sampai 1985.
“Saya tetap mengenang pesan yang sering disampaikan oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi. Dia kerapkali menyebarkan filsafat ‘lima-ur’ atau ‘5-ur’ dalam upayanya menciptakan persatuan,” katanya.
Lima Ur itu adalah Akur jeung badan sakujur; Akur jeung batur sakasur; Akur jeung batur sadapur; Akur jeung batur salembur; dan Akur jeung batur sagubernur.
Figur berikutnya adalah Yogie S Memet. Sebagai perwira senior dari Bintang 3 dengan latar belakang militer, ia pernah menempati posisi sebagai Dankopasus dan terkenal karena sifatnya yang tegas namun penuh kepedulian manusiawi.
“Pada masa kepemimpinan Bapak Yogie, Jawa Barat berhasil meraih penghargaan Adipura. Dengan melihat sifat dan ciri khas beliau, dapat dikatakan bahwa dia adalah seorang pemilih yang luar biasa bagi masyarakat Jawa Barat. Ketika berperan sebagai Gubernur, ia mengembangkan program bernama Tibmantra yaitu ketertiban, keamanan, dan kemajuan bersama. Selain itu, Bapak Yogie pernah juga menempati posisi sebagai Menteri Dalam Negeri,” katanya.
Berikutnya, Eka menyinggung tentang gaya kepemimpinan yang dia kenali yaitu Mayjen Purn Nana Nuriana.
Mantan Pangdam Siliwangi tersebut mengambil alih pimpinan dari tahun 1993 sampai 2003. Berdasarkan penjelasan Eka, cara pemerintahan Nuriana ketika menjabat sebagai gubernur selama masa krisis moneter terkenal karena konsep dan ide dalam program bermanfaat untuk masyarakat bernama DAKABALAREA.
Konsep itu berarti Dahareun: Sanggup dimakan banyak orang dengan kemampuan membeli dari penduduk setempat, yaitu terdapat cukup makanan dan dapat dijangkau oleh warganya.
Setelah itu Balarea mengatakan: “Barudak masih bisa sakola,” yang berarti anak-anak tetap dapat melanjutkan pendidikan mereka di sekolah.
Di luar Dakabalarea, yang merupakan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan selama masa krisis moneter, Nuriani juga mendukung para santri dengan mengimplementasikan program Santri Raksa Desa.
Setelah itu, Eka mengatakan bahwa gaya kepemimpinan berikutnya adalah milik Danny Setiawan yang menjabat dari tahun 2003 hingga 2008.
Lulusan dari STPDN, Danny Setiawan berhasil mengembangkan interaksi yang efektif dengan DPRD Jawa Barat.
Setelah kenal dengan Kang Danny, saya kemudian mendekati Gubernur Ahmad Heryawan serta Ridwan Kamil. Mereka berdua punya cara komunikasi yang efektif namun tetap tegas.
“Kepemimpinan Ahmad Heryawan selama 10 tahun sampai sekarang masih dikenal masyarakat. Terbukti sekarang masih terpilih sebagai Anggota DPR RI,”
“Saya kemudian menyaksikan figur Ridwan Kamil mirip dengan Pak Sanusi, seorang pejabat sipil yang cerdas, bermartabat, dan tegas. Namun, saya merasa letdown saat Ridwan Kamil mengarahkan kelompoknya sebagai bagian dari Tim Akselerasi Jabar, sehingga menimbulkan efek serupa pada skandal perbankan lokal,” ungkap Eka.
Terakhir, Eka mengusulkan kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar pada masa jabatan saat ini dapat menerapkan keputusan substantif mulai dari sumbernya daripada hanya memproduksi lebih banyak materi di laman media sosial.
Saat ini kita lihat bagaimana gaya kepemimpinan tersebut terus menghasilkan konten tanpa adanya aturan yang jelas. Misalkan saja peneguran kepada Bupati Indramayu Lucky Hakim melalui akun TikTok-nya. Mengapa harus menggunakan platform media sosial untuk memberikan teguran? Bukankah sebaiknya membangun komunikasi kepemimpinan secara langsung via telepon? Selain itu, mengapa dia tidak menyampaikan informasinya ketika melakukan perjalanan keluar negeri?
“Seterusnya, KDM aktif mengunjungi sungai-sungai yang kotor dan berpartisipasi dalam pembersihan tersebut. Hal ini tampak seolah-olah merupakan upaya pencitraan akibat viral di media sosial. Namun, sebagai Gubernur cara kerjanya tidak harus demikian. Sebaiknya fokus pada pembentukan peraturan yang ketat sehingga pengelolaan sampah dapat dilakukan secara efektif,” jelas Eka tambahan.
Eka juga mengharapkan adanya keputusan konkret dari Dinas Lingkungan Hidup terkait masalah ini. Sesudah penutupan sementara tempat wisata yang dikelola oleh Jaswita BUMD, pertanyakanlah jika akan ada tindakan riil berupa hukuman ataupun sanksi atas pelanggarannya.
“Jelas-jelas BUMD di bawah Pemprov Jabar telah melakukan pelanggaran lingkungan. Berani gak, Dedi Mulyadi mengevaluasi Jaswita,” katanya.
>>>Update berita terkini di Googlenews politics.apabisa.com | apabisa.com