30 Apr 2025, Wed

Gubernur LSPR: Klarifikasi Model Komunikasi Politik Indonesia Masih Tergolong Kabur

politics.apabisa.com | apabisa.com.CO.ID, JAKARTA – Profesor dari bidang Komunikasi di LSPR Lely Arrianie menyatakan bahwa sampai saat ini Indonesia masih kekurangan tampilan komunikasi politik yang definitif. Pandangan tersebut muncul setelah melihat perubahan dinamis dalam arena politik mulai era Reformasi hingga sekarang.

“Ada perubahan pada gaya komunikasi politik yang dulunya sopan dan terstruktur selama masa Orde Baru, menuju arah yang justru tidak memperdulikan aspek-etika dan budaya politik,” ungkap Lely saat memberikan pidato peneguhan jabatan sebagai dosen senior di LSPR, Jakarta, Jumat (12/4/2025).

Lely menegaskan bahwa Indonesia harus memiliki kerangka komunikasi politik yang solid dan terdefinisi dengan baik. Ini penting guna menciptakan sebuah kebudayaan politik yang menjadi identitas khusus bangsa Indonesia.

Menurutnya, saat ini Indonesia masih belum mempunyai panduan komunikasi politik yang jelas. Bahkan, jika pun terdapat sesuatu, katanya lagi, hal tersebut dapat dikenali sebagai suatu bentuk tanpa adanya model dalam komunikasi politik.

“Karena ketiadaan model, maka semua pilar demokrasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih didominasi oleh gaya atau pola komunikasi politik bukan model,” terang dia.

Gaya, yaitu fitur unik milik seorang politisi, serta perilaku berulang dari mereka, mencerminkan lebih pada kepribadian dan ciri-ciri individu. Di samping itu, katanya, model adalah satu bentuk sistem yang jelas.

“Yang bisa digunakan sebagai rujukan dalam memahami kerumitan suatu fenomena sehingga dapat ditelaah atau di analisis lebih jauh,” ujar Lely.

Lanjutnya, Lely mengatakan bahwa komunikasi politik sekarang bukan lagi bersifat linier. Melainkan cenderung menuju arah yang lebih konvergen, siklikal, dan bahkan menjadi semakin transaksional, hal ini tercermin dari peningkatan praktik negosiasi secara intensif.

Menurutnya, dalam dunia pertunjukan politik di Indonesia, sering kali terlihat berbagai tindakan tak pantas dilakukan oleh para pemain politik seperti politisi,aktivis, wartawan, profesional hingga warga biasa yang berniat mengemukakan pendapat mereka di arena politik.

Menurutnya, komunikator politik cenderung memprioritaskan kebutuhan pribadi. Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah suatu model komunikasi politik yang menekankan pada aspek-etika, moral, kesetaraan, serta kewajiban.

“Saya yakin bahwa jalannya komunikasi politik di Indonesia tengah menuju perbaikan, walaupun hingga kini negeri kita masih belum mempunyai rujukan dalam bentuk model politik,” jelasnya.

Ketiadaan model menjadikan komunikasi politik menjadi olok olok di media bahkan di identikkan dengan standup comedy. Ketiadaan model komunikasi politik ini ia sebut dapat diemukan di pemerintahan.

“Ketika pemimpin berganti, kebijakan berganti, bertukar menteri, bertukar keputusan. Sehingga seringkali kita terkaget-kaget memahami keputusan atau untuk menerimanya,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *