Ijazah Jokowi Kembali Diperdebatkan: TPUA Minta Penjelasan, Pengacara & UGM Sunyi
PR GARUT — Polemik soal keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo yang sudah pernah muncul kembali menjadi sorotan. Di hari Selasa (15/4), beberapa orang dari kelompok bernama Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) melakukan unjuk rasa di hadapan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Massa tersebut mendesak penegasan tentang tuduhan kalau ijazah milik Jokowi diduga palsu.
Tindakan ini dipimpin oleh kelompok ibu-ibu rumah tangga dan dimeriahkan juga oleh beberapa figur terkemuka bangsa, antara lain Roy Suryo, dr. Tifauzia, serta Rismon Hasiholan. Mereka bertiga diketahui sudah melaksanakan rapat rahasia bersama pihak dekan untuk mendapatkan data tambahan tentang latar belakang pendidikan dari Presiden Republik Indonesia yang ketujuh itu.
Tidak tertinggal pula, tokoh reformasi Amien Rais turut serta dalam protes tersebut. Menurut pengumumannya, Amien yang sebelumnya menjadi Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan kesedihannya atas perguruan tingginya. Dia pun menyatakan kepercayaannya bahwa sertifikat pendidikan yang diberitakan dimiliki Jokowi tak valid. “Saya sangat yakin kalau memang surat izin belajar-nya itu tidak ada. Surat palsu mungkin saja diciptakan, namun telah dijelaskan oleh pakar-pakar bahwa hal itu tentunya, dengan segala hormat, cacat hukum,” tuturnya Amien.
Permintaan Biar Jokowi Tampilkan Ijazahnya Yang Asli
Dalam pidatonya, TPUA mengharapkan agar Presiden Joko Widodo dapat menampilkan niat baiknya dengan melepaskan dokumen resmi berupa ijasah asli dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurut mereka, transparansi ini sangat dibutuhkan guna mengakhiri kontroversi yang telah bertahan lama sejak awal pemerintahan Jokowi. Salah satu pembicara dalam aksi tersebut menyatakan, “Apabila benar memiliki ijasah, cukup tayangkan kepada masyarakat umum. Permasalahan ini bisa diselesaikan tanpa harus selalu didiskusikan.”
Menanggapi desakan tersebut, kuasa hukum Presiden Jokowi, Yakup Hasibuan, memberikan pernyataan tegas. Ia menolak tudingan bahwa ijazah Jokowi palsu dan menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewajiban hukum untuk menunjukkan dokumen tersebut ke publik, kecuali diperintahkan oleh pengadilan.
“Kita tidak akan memperlihatkan ijasah asli Bapak Jokowi, kecuali atas permintaan dari otoritas terkait melalui proses hukum, misalkunya lewat pengadilan. Tentunya kita akan mengikuti aturan tersebut,” tegas Yakup di Jakarta Pusat.
Dia juga menggarisbawahi bahwa membongkar dokumen rahasia tanpa landasan hukum dapat merusak praktek hukum di negeri ini. Dia melanjutkan, “Kami sangat tegas tentang hal ini. Tidak ada kewajiban hukum bagi kami untuk menyertakan salinan atau versi asli ijazah Bapak Jokowi.”
UGM: Bakal Memberikan Bukti Kalau Dimintai Oleh Pengadilan
Sejalan dengan pengacara Jokowi, Universitas Gadjah Mada melalui fakultasnya menyampaikan bahwa semua informasi akademik dan dokumen mahasiswa di bawah naungan Fakultas Kehutanan dilindungi oleh aturan hukum dan tidak bisa diserahkan ke pihak luar tanpa adanya landasan hukum yang tepat.
UGM baru akan mengungkapkan dokumen yang berkaitan dengan status akademik Presiden Jokowi jika di minta secara formal oleh pihak pengadilan. “Kita tidak dapat serta merta merilis data akademik siswa ke publik tanpa alasan. Tentunya kita akan menanggapi berdasarkan prosedur bila memperoleh permohonan sah dari lembaga hukum,” jelas seorang wakil universitas tersebut.
Lama Isu Menguduskan Kembali Menjadi Hangat menjelang tahun politik
Pertentangan mengenai asli atau palsunya diploma Presiden Jokowi bukanlah hal baru. Masalah ini sudah timbul semenjak dia memulai periode kepemimpinannya sebagai presiden dan telah beberapa kali dimasukkan ke dalam proses hukum. Tetapi, sampai saat ini, belum ada satupun tuntutan yang berhasil diverifikasi oleh pengadilan.
Kehadiran masalah ini saat mendekati masa politik semakin menghangatkan diskusi dalam arena publik. Beberapa kelompok berpendapat bahwa kontroversi ini disengajakan untuk tujuan politis tertentu, sedangkan sebagian yang lain tetap menganjurkan agar para petinggi negeri bersifat lebih terbuka dan jujur. ***