30 Apr 2025, Wed

Mengevaluasi Imbas Kenaikan Tarif Impor AS oleh Trump pada inflasi dalam negeri

Mengevaluasi Imbas Kenaikan Tarif Impor AS oleh Trump pada inflasi dalam negeri

**politics.apabisa.com** – politics.apabisa.com |.CO.ID-JAKARTA Beberapa ahli ekonomi mengantisipasi bahwa implementasi tarif sepenuhnya dari Kebijakan Tarif Trump senilai 32% terhadap Indonesia kemungkinan besar tidak akan memiliki dampak yang signifikan terhadap laju inflasi dalam negeri.

Walaupun tim perundingan pemerintah Indonesia tetap dalam proses negosiASI dengan pihak AS untuk mencari solusi saling menguntungkan yang akan dilanjutkan dalam beberapa hari mendatang.

Pengamat ekonomi dan Direktur Penelitian di Center for Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah mengatakan bahwa jika tingkat tarif ini dikenakan pada Indonesia, pihak pemerintahan cenderung tidak membalas dengan memberlakukan bea masuk serupa terhadap produk-produk impor dari Amerika Serikat.

Dengan begitu, keputusan Trump ini tidak mempengaruhi inflasi dalam negeri di Indonesia. Justru yang mungkin terkena kenaikan inflasi adalah ekonomi AS,” jelas Piter kepada politics.apabisa.com |, Rabu (16/4).

Kebijakan Trump yang mengundang perang dagang ini mungkin meredam pertumbuhan ekonomi dunia secara keseluruhan. Akibatnya, penjualan barang dari Indonesia ke Amerika serta pasar luar negeri lainnya cenderung akan turun lagi, sehingga dapat melambatkan perkembangan perekonomian kita.

Jika demikian situasinya, Piter mengantisipasi adanya PHK serta penurunan kemampuan untuk membeli barang-barang yang sekarang telah dialami mungkin bakal bertahan lama atau malah menjadi lebih buruk lagi.

“Kekurangan kekuatan pembelian mengakibatkan laju inflasi yang rendah. Namun, saya rasa deflasi sudah tidak akan terjadi lagi pada bulan Maret-Aprił ini,” katanya.

Selama ini, Kepala Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan di Indef, Muhammad Rizal Taufikurahman, telah menegaskan bahwa apabila keputusan tariff oleh Trump diteraplikan sepenuhnya dengan metode reciprocal tariffs sebesar 32% dan Indonesia merespons dengan cara serupa, negara kita akan menghadapi risiko signifikan terkena dampak inflasi dari segi biaya produksi (cost-push inflation).

Selain itu, tambahan Bea Masuk Ekspor ke AS karena Kebijakan Tarif Trump dapat menghambat perkembangan perekonomian.

Sebab itu, disebutkan bahwa Trump menerapkan tariff sebesar 64% pada produk Amerika Serikat yang diekspor ke Indonesia.

Menurut Rizal, peningkatan tariff impor dari Amerika Serikat atau negara-negara sekutu mereka akan mempengaruhi biaya bahan baku untuk industri dalam negeri, terlebih lagi bagi sektor-sektor yang sangat bergantung padanya seperti perusahaan manufaktur dengan fokus ekspor, pertanian modern, serta bidang farmasi.

“Ini bisa bertambah buruk apabila diikuti oleh penurunan nilai tukar rupiah, karena adanya kenaikan ketidakstabilan global serta aliran modal keluar menuju aset berdenominasi dolar Amerika Serikat, hal tersebut akan secara langsung menaikkan biaya impor untuk Indonesia,” jelas Rizal kepada politics.apabisa.com |, Rabu (16/4).

Walaupun begitu, dia merasa bahwa tekanan inflasi dapat ditangani jika ada kerjasama kebijakan yang efektif dan tepat waktu antara pihak fiskal dan moneter. Dalam hal ini, Bank Indonesia harus bisa memaksimalkan alat-alat untuk stabilitas nilai tukar serta mempertahankan harapan masyarakat tentang inflasi agar tetap terkendali, walaupun risikonya adalah pengurangan konsumsi karena adanya pembatasan moneternya.

“Tekanan deflasi saat ini utamanya dipicu oleh rendahnya kemampuan pembelian masyarakat, pertumbuhan upah yang lambat, serta dampak pemutusan hubungan kerja di industri berdaya serap tinggi. Namun, apabila tarif dari Trump diberlakukan, hal itu bisa mengubah arah tekanan tersebut menuju inflasi jenis cost-push karena adanya kenaikan biaya produksi dan harga produk impor,” jelas Rizal.

Pada kasus yang bersifat sedang, Rizal mengestimasi bahwa inflasi mungkin akan naik 1-2% melebihi angka dasarnya, menjadikan perkiraannya untuk tahun 2025 menjadi 3,5%-5,0%, yang mana ini di atas sasaran awal pemerintah yaitu 2,8%.

“Bila tanpa campur tangan yang sesuai, kondisi saat ini dapat menciptakan potensi stagnansi inflasi lemah; oleh karena itu, diperlukan kombinasi kebijaksanaan yang stabil untuk melindungi kemampuan pembelian sambil menahan tekanan biaya hidup supaya tidak mencegah pemulihan ekonomi dalam negeri,” jelas Rizal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *