Penataan Lahan Kelapa Sawit di Hutan Bisa Kurangi Produksi CPO
**politics.apabisa.com** – politics.apabisa.com |.CO.ID – JAKARTA. Tim Pengaturan Wilayah Hutan (PKH) saat ini sudah memulai proses pencatatan dan pemberesan untuk area perkebunan kelapa sawit yang berada dalam batas wilayah hutan.
Kemensahutan (Kemenhut) melaporkan bahwa terdapat sekitar 436 perusahaan yang telah mengajukan permohonan penghapusan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit. Permintaan atas 317.253 hektar tanah tersebut sudah ditolak oleh pihak berwenang. Di sisi lain, izin bagi 790.474 hektare tanah lainnya sedang dalam proses penanganan.
Peraturan ini termaktub dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 36 Tahun 2025 yang merupakan langkah selanjutnya dari Perpres No. 5 Tahun 2025 mengenai Pemberesan Wilayah Hutan.
Seputar hal tersebut, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menyebut bahwa tindakan pembersihan lahan perkebunan kelapa sawit bisa jadi akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Crude Palm Oi l (CPO), apabila masalah tersebut tidak juga mendapatkan keputusan.
“Begini saja, kalau soal ini diberikan ke Satgas, maka ada periode tunggunya. Yang dimaksud adalah tanaman perlu dirawat dengan pupuk, hasil panennya juga harus dipotong. Berbagai hal lain yang harus dilakukan. Jika masa tunggu-nya terlalu lama, pastinya akan memiliki dampak,” jelaskan Eddy kepada politics.apabisa.com | pada hari Rabu (16/4).
Eddy menyatakan bahwa adanya lahan yang dibereskan oleh Satgas menciptakan ketidakjelasan, sehingga perusahaan lama menjadi enggan untuk melakukan pemeliharaan karena mereka masih menantikan hasil dari putusan terakhir tersebut.
Selanjutnya, Eddy masih belum dapat menilai seberapa besar pengurangan produksi CPO yang akan terjadi karena pembersihan area perkebunan kelapa sawit tersebut.
“Saya kurang yakin. Siapa saja yang bakal terpengaruh oleh ukuran lahan tersebut? Saat ini hanya mencapai 1,1 hektar. Rata-rata untuk area itu adalah produksi sekitar 3 juta ton. Jika turun separo dari jumlah tersebut, maka hasilnya menjadi 1,5 juta ton. Namun, seperti yang sudah-sudah, waktu dan data spesifik masih belum bisa dipastikan. Apalagi adanya kontrak kerjasama operasi,” paparnya.
Kini, menurut Eddy, terjadi Kerjasama Operasional (KSO) di antara perusahaan baru contohnya PT Agrinas Palma Nusantara dan beberapa perusahaan berpengalaman lainnya yang sedang dalam proses penyempurnaan regulasi. Mengenai jenis KSO apa yang bakal dipraktikkan, Eddy mengaku masih belum memahami rinciannya.
“K Atasannya ingin diambil oleh Agrinas, jadi berarti kepemilikannya menjadi milik Agrinas. Jadi, KSO yang dijalankan ini melibatkan perusahaan lama berkolaborasi dengan perusahaan baru tersebut. Rincian tentang bagaimana bentuk kerjasamanya masih belum jelas,” katanya menambahkan.
Penegakan aturan ini memiliki kemungkinan untuk mengakibatkan kerugian. Pasalnya, sebagian pembeli mungkin ragu-ragu saat membeli CPO dari lahan yang terkena batasan, akrena adanya dugaan keterlibatan dalam hal-hal illegal.
“Y tentu saja akan merugi, contohnya jika memasuki area hutan, lalu calon pembeli enggan untuk membeli, ekspor juga tidak mau karena bisa dianggap illegal. Oleh sebab itu, aturan tersebut perlu jelas dan tak boleh dibiarkan begitu saja,” ungkap Eddy.
Selanjutnya, walaupun perkiraan tersebut dapat memengaruhi hasil produksi CPO, dia menyebutkan bahwa kondisi investasi untuk CPO tetap tidak terdampak dan berlangsung sebagaimana mestinya.
Dia menambahkan bahwa fenomena tersebut bukan sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan perusahaan kelapa sawit atau pun pemerintah. “Pak Luhut menyatakan bahwa hal ini bukan semuanya salah pemerintah, dan juga bukan seluruhnya salah para pebisnis. Sebab sebenarnya persoalan utamanya adalah ketidakjelasan dalam urusan zonasi pada saat itu,” jelaskannya.
Akhirnya, dia mengatakan bahwa masalah tersebut muncul karena ada perubahan dalam pengaturan area pertanian kelapa sawit. Oleh karena itu, mereka saat ini tetap menantikan pembaruan informasi dari tim satgas dengan harapan agar persoalan ini dapat cepat terselesaikan.
—